Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencatat pada Jumat, 23 Juli 2021, wilayah itu mengukir kematian tertinggi dalam sehari sejak wabah melanda. Dalam sehari ini kasus meninggal yang dilaporkan nyaris 100 kasus.
“Penambahan kasus meninggal hari ini sebanyak 97 kasus, sehingga total kasus meninggal menjadi 2.780 kasus,” kata Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 DIY Berty Murtiningsih Jumat.
Berty merinci kematian akibat Covid-19 paling tinggi hari ini dari Kabupaten Sleman sebanyak 31 kasus, disusul Kabupaten Bantul 24 kasus, lalu Kota Yogyakarta 20 kasus, Kabupaten Gunungkidul 12 kasus dan Kabupaten Kulon Progo 10 kasus. Kasus kematian tertinggi sempat tercatat pada Kamis lalu, yakni sebanyak 88 kasus.
Berty sendiri belum menjelaskan penyebab tingginya kematian itu dalam sehari, apakah karena faktor varian Delta, isolasi mandiri di rumah, atau kelangkaan oksigen. “Maaf belum bisa menyampaikan soal penyebab kematian itu,” ujarnya.
Sedangkan untuk kasus baru, pada Jumat ini di DIY bertambah 1.431 kasus. Ini merupakan pertambahan kasus terendah sejak 9 Juli lalu, dengan angka kasus harian terus melaju di atas 1.600 hingga 2.700 kasus dalam sehari. “Total kasus terkonfirmasi menjadi 101.005 kasus, di mana kasus aktif menjadi 30.264 kasus,” kata dia.
Berty menjelaskan distribusi kasus terkonfirmasi Covid-19 menurut domisili wilayah kabupaten dan kota tertinggi hari ini tetap disumbang Kabupaten Bantul sebanyak 582 kasus, lalu Kabupaten Sleman 413 kasus, Kabupaten Kulon Progo 228 kasus, Kota Yogyakarta 166 kasus dan Kabupaten Gunungkidul 42 kasus.
Adapun selama kurun waktu sebulan sejak 20 Juni hingga 21 Juli, Posko Dukungan Operasi Satgas Covid-19 Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY juga mencatat ada sebanyak 417 pasien isolasi mandiri atau isoman di DIY yang meninggal dunia.
Wakil Komandan Posko Dukungan Operasi Satgas Covid-19 DIY Indrayanto menuturkan tingginya warga isoman yang meninggal dunia itu karena gejala ringan yang dialami pasien memburuk dengan cepat ketika mereka isolasi di rumah tanpa pengawasan medis.
“Jadi ketika ada warga swab di puskesmas, lalu didiagnosa gejala ringan, dia diminta isolasi ke rumah, bukan ke shelter,” kata Indra.
Indra pun mendorong agar fasilitas layanan kesehatan seperti puskesmas-puskesmas mengarahkan warga yang dideteksi bergejala ringan, agar mau isolasi di shelter sehingga lebih tertangani dengan baik.
Terlebih, catatan para relawan BPBD DIY sepanjang pandemi ini melonjak, tingkat kematian pasien di shelter relatif rendah, yakni baru tiga kasus saja. Jumlah ini sangat kontras dibanding yang isolasi mandiri di rumah yang ratusan orang telah meninggal.
“Kalau isolasi di shelter, kebutuhan pasien lebih terawasi dan terjamin mulai dari asupan makanan, obat, hingga vitamin,” kata dia.
Berbeda saat isolasi di rumah, ketika kondisi pasien memburuk, keluarga ikut panik dan kebanyakan tak siap, semisal saat pasien butuh oksigen karena saturasinya di level kritis dan keluarga tak kunjung mendapatkan.