Masyarakat yang tinggal di pulau wisata Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat meminta Gubernur NTB, Zulkieflimansyah melindungi hak mereka dalam mengelola lahan di sana. Warga Gili Trawangan mengajak Zulkieflimansyah berkeliling pulau itu untuk mengetahui kondisi terkini, kemudian berdialog di halaman Masjid Raya Baiturahman, Gili Trawangan, Jumat 30 Juli 2021.
Warga Gili Trawangan, Raisman Purnawadi, 42 tahun, mengatakan sengkarut lahan ini bermula saat pemerintah daerah memberikan hak pengelolaan lahan kepada PT Gili Trawangan Indah atau GTI seluas 75 hektare pada 1993. Saat itu GTI dipercaya mengembangkan pulau wisata ini dengan membangun 150 buah cottage dan fasilitas pendukung lainnya.
Royalti yang harus diserahkan sebesar Rp 22,5 juta per tahun selama 70 tahun. Peletakan batu pertama proyek pariwisata PT GTI berlangsung pada 1998. Seiring waktu, PT GTI berdalih terbentur berbagai masalah, termasuk investor yang menolak melanjutkan pembangunan di pulau wisata tersebut.
Lantaran terbengkalai, penduduk sekitar kemudian masuk ke lahan yang semula dikelola oleh PT GTI. Mereka mengembangkan usaha pariwisata di sana, menetap, dan hidup turun-temurun. Raisman misalkan, mengelola lahan seluas 15 are untuk tempat tinggal sekaligus memiliki penginapan Good Heart dengan 14 kamar. Ada pula Haji Malik yang mengelola lahan seluas 15 are untuk usaha Trawangan Dive dan Intan In. Anak Haji Malik juga mengelola lahan seluas 28 are untuk penginapan.
Raisman menjelaskan, dari 75 hektare lahan milik PT GTI, masyarakat sekitar mengelola 65 hektare di antaranya. Di sana sudah ada 512 kavling penduduk. Sementara luas total Gili Trawangan adalah 345 hektare. “Pemerintah tak perlu lagi mencari investor untuk mengelola lahan ini,” kata dia. “Kami sudah ada di sini dan menjaganya. Lagipula seharusnya lahan di pulau ini adalah hak masyarakat.”
Persoalan sengkarut lahan ini kembali mencuat setelah Pemerintah Provinsi NTB mengeluarkan addendum pengelolaan oleh PT Gili Trawangan Indah. Addendum ini muncul karena Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menegur Pemerintah Provinsi NTB yang menilai ada aset yang tidak dikelola dengan benar. Kerugian negara atas perjanjian pengelolaan lahan pada GTI diduga merugikan negara sekitar Rp 2 triliun. KPK menyarankan Gubernur NTB menunjuk Jaksa Pengacara Negara untuk mengkaji persoalan ini.
Mendengar penjelasan masyarakat, Gubernur NTB Zulkieflimansyah mengatakan kesejahteraan dan aspirasi masyarakat menjadi ruh dalam penyelesaian sengkarut lahan di Gili Trawangan ini. Dia membantah isu yang beredar soal penyelesaian lahan GTI tersebut. “Tidak benar gubernur terima uang di bawah meja. Ini, itu, dan sebagainya,” kata Zulkieflimansyah. “Insya Allah kepentingan rakyat yang kami bela.”
Sebelum bertemu warga Gili Trawangan, Zulkieflimansyah menggelar rapat dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi NTB, Tomo Sitepu, pada Rabu, 28 Juli 2021. Sebagai jaksa pengaca negara, Tomo menyatakan mendukung upaya pemerintah NTB untuk menyelesaikan persoalan aset di Gili Terawangan yang dikelola PT GTI.
Tomo menjelaskan masalah perjanjian kontrak antara Pemerintah Provinsi NTB dengan PT GTI sudah puluhan tahun tidak menemui titik terang. “Awal mula persoalan ini adalah hak guna usaha di lahan seluas 75 hektare yang dikuasai oleh orang tua dari Direktur PT GTI, Winoto di Gili Trawangan,” ucapnya.
Perjanjian kerja sama itu terjadi pada era Gubernur NTB, Warsito. Saat itu, pemerintah melihat potensi Gili Terawangan sebagai destinasi wisata. Kemudian mereka bersepakat untuk mengembangkannya. Akhirnya lahan hak guna usaha miliki PT GTI dianggap kurang produktif dan sebagian dikuasai oleh masyarakat.
Mendengar penjelasan Gubernur Zulkieflimansyah, Raisman berharap pemerintah memberikan solusi terbaik. “Pak Gubernur berjanji melindungi kepentingan masyarakat,” kata Raisman kepada Tempo, Sabtu, 31 Juli 2021.