Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang luar biasa. Kekayaan alam yang ada ini masih belum sepenuhnya dieksplorasi dan diberdayakan. Ada banyak tambang mineral hingga tambang non-mineral yang bisa dijumpai di Indonesia karena kekayaan alam dan kondisi geografis Indonesia. Salah satu yang belakangan ini menarik perhatian adalah tambang nikel yang ada. Nikel merupakan salah satu jenis mineral dari dalam bumi yang ditambang dan bisa dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan. Salah satunya adalah sebagai bahan pembuatan baterai.
Indonesia sendiri ternyata sangat kaya akan bahan tambang nikel tersebut. Dilansir dari informasi resmi yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 2020, Indonesia memiliki potensi hasil tambang nikel yang besar. Informasi itu didasarkan pada data USGS dan data dari Badan Geologi pada tahun 2019 dan 2020 dan dinyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi tambang nikel hingga mencapai 72 juta ton. Angka itu tentu adalah angka yang sangat besar. Sebagian dari total angka tersebut meliputi juga nikel limonit. Nikel yang satu ini sempat tidak dipandang ekonomis. Salah satu alasan utamanya adalah kandungan kadar nikel yang sangat rendah dalam biji nikel limonit tersebut.
Namun, situasi berubah ketika banyak negara dan produsen otomotif mulai mengembangkan kendaraan listrik. Mobil listrik mulai banyak diproduksi dan digunakan, termasuk juga di Indonesia. Kendaraan listrik ini tentu perlu baterai yang bertugas menyimpan energi listrik. Baterai ini ternyata bisa dibuat dengan memanfaatkan biji limonit tersebut. Karena itu, bijih nikel dengan kadar rendah ini tidak lagi dipandang rendah dan sebelah mata tapi mulai menunjukkan prospek yang bagus di dunia internasional karena ini sejalan dengan perkembangan dan kebutuhan mobil listrik yang ada sekarang ini.
Salah satu wilayah dengan kandungan bijih nikel limonit ini ada di wilayah Indonesia timur, tepatnya di Pulau Obi yang ada di wilayah Maluku. Karena itu, keberadaan tambang nikel di pulau obi pun mulai menarik perhatian Indonesia dan juga dunia. Kandungan bijih nikel limonit yang tinggi di Pulau Obi ini memang menjanjikan. Hanya saja, proses pengolahan bijih limonit jauh dari kata mudah. Karena kandungan nikelnya yang rendah, proses ekstraksinya membutuhkan proses yang khusus. Setidaknya, diperlukan proses dengan pemanfaatan tekanan tinggi dan suhu tinggi dalam pengolahannya.
Walau demikian, kondisi itu berhasil diatasi oleh Harita Nickel yang berbasis di Pulau Obi juga. Di bawah anak perusahaan bernama Halmahera Persada Lygend, pengolahan bijih nikel limonit itu bisa dijalankan dengan lebih efektif dan efisien. Prosesnya dinamakan dengan High Pressure Acid Leach atau HPAL. Proses HPAL ini dijalankan dalam suatu tempat khusus bernama Autoclave. Proses ekstraksi ini tidak saja memanfaatkan temperatur dan tekanan tinggi saja. Dalam prosesnya, ada asam sulfat dengan konsentrasi sangat tinggi yang diperlukan. Kadar asam dalam asam sulfat ini bertugas untuk mengurai ikatan kimia yang ada sehingga produk yang akan dihasilkan berupa nikel sulfat dan kobalt sulfat. Kandungan kobalt dan nikel inilah yang dimanfaatkan sebagai bahan utama dalam produksi baterai untuk mobil listrik.
Teknologi HPAL ini memang terbilang baru sehingga perusahaan yang ada di Pulau Obi tersebut memang menjadi pionir dalam pengolahan bijih nikel limonit. Tidak heran bila kemudian produknya diekspor ke negara lain seperti China dan juga Jepang. Menariknya lagi, teknologi HPAL ini memang efektif dalam ekstraksi nikel limonit tersebut tanpa menyebabkan emisi yang berbahaya. Berdasarkan penelitian yang ada, kadar emisi karbon dioksidanya ternyata cukup rendah sehingga masih dalam taraf aman bagi lingkungan.